Mahasiswa KKN IKIP Siliwangi Soroti Masalah Kesadaran Sampah di Cibeureum: "Warga Belum Kompak"
CIMAHI, Suara Pakta.Com — Gerakan Peduli Sampah (GPS) yang digelar oleh LPM Kelurahan Cibeureum dalam rangka HUT ke-25 menjadi panggung kolaborasi antara mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) IKIP Siliwangi dan warga. Namun di balik semarak kegiatan santunan dan aksi bersih lingkungan itu, terselip kritik tajam soal masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah.
Lutfia Apriani Salsabila, perwakilan mahasiswa KKN yang tergabung dalam program Bina Masyarakat (Bisma), menyebut program GPS ini bukan sekadar aksi simbolik, melainkan bagian dari laporan kerja nyata mereka selama mengabdi di masyarakat.
"Alhamdulillah, kami senang dilibatkan dalam acara ini karena sesuai dengan penugasan kampus yang juga fokus pada pengelolaan dan pemilahan sampah,” kata Lutfia saat ditemui usai kegiatan.
Kolaborasi ini bagi Lutfia menjadi momen penting untuk memperkenalkan diri sekaligus membaur dengan masyarakat. Namun, ia tidak menutup mata pada tantangan yang mereka hadapi selama terjun langsung di lapangan.
"Masalah utamanya, warga masih belum kompak dalam menjaga kebersihan. Banyak yang belum sadar pentingnya memilah dan mengelola sampah,” ungkapnya.
Menurutnya, kegiatan seperti GPS harus terus diadakan untuk mendorong kesadaran kolektif warga. Ia menegaskan, jika kesadaran itu sudah terbentuk secara menyeluruh, maka ke depan program seperti ini bisa berhenti secara alami karena masyarakat sudah terbiasa menjaga kebersihan tanpa perlu diawasi.
“Harapannya, di masa mendatang tidak perlu lagi ada kegiatan GPS seperti ini karena warga sudah sadar akan kebersihan. Tidak perlu dipantau lagi oleh LPM maupun pemerintah. Kami ingin ada perubahan dari dalam masyarakat itu sendiri,” ucapnya.
Kegiatan KKN di Kelurahan Cibeureum diikuti oleh sekitar 250 mahasiswa yang berasal dari berbagai program studi di IKIP Siliwangi. Masa pengabdian berlangsung selama tiga bulan, mulai Juni hingga akhir September, bersamaan dengan kegiatan Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang mewajibkan mereka mengajar di sekolah-sekolah.
“Karena kampus kami basisnya pendidikan, kami juga harus melaksanakan PPL di sekolah. Jadi, kami jalani keduanya: mengabdi di masyarakat dan mengajar,” jelas Lutfia.
Meski tantangannya tidak ringan, banyak kenangan yang membekas di benak para mahasiswa. Lutfia menceritakan interaksi hangat dengan warga hingga pengalaman ‘tak biasa’ saat turun langsung dalam kegiatan GPS.
“Lucu-lucu sih, apalagi waktu harus mengangkut sampah yang bau banget. Bahkan kadang ketemu kotoran kucing, ya manusiawi lah kalau awalnya jijik. Tapi karena bapak-bapak LPM memberikan contoh langsung, kami jadi ikut semangat dan berani,” tuturnya sambil tertawa kecil.
Kisah-kisah sederhana namun penuh makna itu justru menjadi penguat semangat mereka untuk menuntaskan program hingga selesai. “Bapak-bapak dan ibu-ibu LPM serta pihak kelurahan sangat membantu. Kami merasa didukung penuh,” kata Lutfia.
Kegiatan ini sekaligus menjadi penanda pentingnya kolaborasi antara akademisi muda dengan masyarakat dalam menyelesaikan persoalan lingkungan yang kerap dianggap remeh, namun berdampak besar bagi kelangsungan hidup warga kota. (Rustandi)
Posting Komentar