Ratusan Masyarakat Padati Kampung Adat Cireunde
Kota Cimahi, Suara Pakta.Com- Kampung Adat Cireundeu Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, menggelar peringatan Tutup Taun 1958 Ngemban Taun 1 Sura 1959 Saka Sunda. Tradisi leluhur ini sebagai bentuk pengungkapan rasa syukur atas nikmat kehidupan dan alam yang telah diberikan oleh Sang Pencipta selama setahun. (12/07/2025)
"Orang Sunda mah konsep adatnya bahasana tutup tahun, ngemban tahun. Jadi tutup tahun yang sudah dilewati. Ngemban tahun, mempersilahkan tahun baru untuk datang. Jadi sederhananya, evaluasi. Kalau orang Sunda mah nyorang lampah ka tukang, naon tah anu tos dipigawe sataun anu katukang. Artinya kan masih ada kekurangan, alamnya, tradisinya, ritualnya, silih asahnya, silih asuhnya, kerukunnya, repeh-rapihnya kan itu belum semua dikerjakan," kata Abah Widi, Ais Pangampih Kampung Adat Cireundeu,
Menurutnya, manusia tidak ada yang sempurna. Sehingga di tahun-tahun mendatang harapannya bisa lebih baik lagi.
"Menjaga tradisinya, ritualnya, keakurannya, kerukunannya itu bukan hanya untuk masyarakat adat saja, tapi seluruh umat beragama, itu harus menjadi konsep kita. Kerukunan umat beragama, rukun, repeh-rapihnya kan itu harus dibangun dari diri kita," ujar Abah Widi.
Selain itu, sambung Abah Widi, soal ketahanan pangan juga harus dibangun. Memberikan sebuah contoh untuk orang banyak.
"Jadi kalau berbicara Cireundeu itu kan bukan hanya menjaga tradisi, ritual, alamnya, dan sebagainya. Termasuk untuk dahar sapopoe, ketahanan pangan kan itu harus dijaga. Dan ilmu harus ditularkan ke daerah lainnya. Bukan beras tidak ada, bukan sawah tidak ada, tapi bisa ngga mulut kita dirubah, mindset kita dirubah. Bukan hanya beras untuk memberikan kekuatan," katanya.
Menurut Abah Widi, setiap ajaran punya cara dan ciri masing-masing. "Kebetulan kalau Kampung Adat Cireundeu cara dan cirinya Tutup Tahun 1 Sura Saka Sunda, mempersilahkan Tahun Baru Saka 1959. Kan kalender Sunda itu baru 1959 hari ini. Itu kan tuntutannya semoga rukun repeh rapih dengan sesama hidup. Artinya, rukun repeh rapih dengan sesama itu bukan hanya manusia dengan manusia. Tapi juga manusia dengan alam, manusia dengan hewan, manusia dengan tumbuhan. Apalagi manusia dengan manusia. Itu kewajiban," bebernya.
Sementara itu Wakil Wali Kota Cimahi, Adhitia Yudisthira menyampaikan apresiasinya atas tradisi leluhur Kampung adat Cireundeu yang masih tetap dijaga sampai saat ini.
"Ditengah kererbatasan yang ada di Kota Cimahi, kita masih punya warisan leluhur yang luar biasa memberikan nilai-nilai leluhur yang bisa kita petik sampai hari ini," ucapnya
Menurutnya, Kampung Adat Cireundeu adalah pelopor ketahanan pangan. "Sejak ratusan tahun lalu, Cireundeu sudah mempunyai konsep ketahanan pangan, dimana mereka tidak mengkonsumsi beras untuk pangannya, tapi rasi atau beras singkong. Jadi beras apapun, sesulit apapun, semahal apapun di Cireundeu mah tidak berpengaruh," ujar Adhitia.
Ia juga mengungkapkan terkait rencana dijadikannya Kampung Adat Cireundeu sebagai pusat konservasi budaya, adat, dan lingkungan.
"Jadi road map kami, Pa Wali dan saya tetap masih menginginkan dan akan membangun Cireundeu ini menjadi pusat konservasi budaya, adat, dan lingkungan. Budaya adat sudah ada desa adat Cireundeu yang merupakan embrio kebudayaan sunda yang ada di Kota Cimahi," bebernya.
Sementara yang berkaitan dengan konservasi lingkungan, sebagaimana diketahui pada tahun 2005 lalu pernah terjadi ledakan TPA Leuwigajah tidak jauh dari Kampung Cireundeu.
"Maka kita akan bangun pusat konservasi tersebut berupa hutan bambu, dan kemudian ada monumen peringatan yang ada disana yang memperingati terjadinya ledakan TPA Leuwigajah, yang kemudian menjadi embrio lahirnya Undang-undang persampahan, dan Hari Peduli Sampah Nasional," bebernya. (Rustandi)
Posting Komentar