Cimahi Kembali Bersinar Lewat Jumbo: Perjuangan Animator Lokal di Tengah Ancaman AI
Kota Cimahi, Suara Pakta.Com – Di tengah gempuran teknologi kecerdasan buatan (AI) yang mulai mengancam keberadaan para animator lokal, secercah harapan muncul dari Kota Cimahi. Sebuah film animasi berjudul Jumbo berhasil menarik perhatian penonton Indonesia, dan yang membanggakan, proses render film ini dilakukan di Cimahi, kota yang dikenal sebagai pusat animasi nasional.
Masyarakat menyambut antusias kehadiran Jumbo. Tiket film ini ludes terjual di berbagai kota, menjadi bukti bahwa animasi lokal masih memiliki tempat di hati penonton Indonesia. Bagi para animator di Cimahi, ini bukan sekadar kesuksesan film, tetapi juga pembuktian bahwa kreativitas manusia tetap memiliki nilai lebih di tengah dominasi teknologi AI.
Cimahi bukan nama baru dalam dunia animasi. Kota ini memiliki sejarah panjang dalam produksi animasi, dengan berbagai studio yang berkembang dan menciptakan karya-karya berkualitas. Namun, kehadiran AI yang semakin canggih mulai menggeser peran animator tradisional.
Wakil Wali Kota Cimahi, Adhitia Yudhistira, menilai bahwa film Jumbo menjadi momentum penting untuk kembali menegaskan posisi Cimahi sebagai Kota Animasi. Ia menyatakan dukungan penuh terhadap industri animasi lokal dan bahkan berencana mengajak anak-anak sekolah dasar dari keluarga kurang mampu untuk menonton film ini.
"Minggu ini, kami akan ajak anak-anak SD yang kurang mampu untuk nonton bareng film Jumbo. Ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga bagian dari edukasi visual lewat animasi,” ujar Adhitia saat diwawancarai, Selasa (8/4/2025).
Teknologi AI memang berkembang pesat, memberikan kemudahan bagi industri animasi dalam hal efisiensi produksi. Namun, di sisi lain, teknologi ini juga mengancam eksistensi para animator yang selama ini mengandalkan keterampilan manual dan kreativitasnya.
“Gempuran AI memang tidak bisa dihindari, tetapi pemerintah harus hadir dan berpihak pada pelaku industri kreatif. Saya berterima kasih kepada Visinema yang telah mempercayakan proses produksi Jumbo kepada animator di Cimahi,” kata Adhitia.
Ia menegaskan bahwa sektor animasi harus tetap menjadi bagian dari ekosistem ekonomi kreatif di Cimahi. Pemerintah daerah, menurutnya, akan terus fokus pada program inkubasi dan pengembangan animator lokal melalui berbagai fasilitas, termasuk Balai Inkubator Teknologi Cimahi (BITC) dan pusat Ekraf Cimahi.
Lebih jauh, Adhitia juga mengajak masyarakat Cimahi untuk mendukung film Jumbo dengan menontonnya di bioskop. Ia menilai film ini bukan hanya sekadar tontonan, tetapi juga media pembelajaran yang positif bagi anak-anak.
“Jangan sampai anak-anak kita tumbuh menjadi generasi pemarah, yang bukannya bantu bersih-bersih malah lempar sandal. Lewat Jumbo,kita ajak mereka belajar nilai-nilai baik dengan cara yang menyenangkan,” ucapnya berseloroh.
Tak hanya itu, Adhitia juga menanggapi permintaan masyarakat agar Bandung International Animation Festival (BIAF) kembali digelar. Menurutnya, festival ini bisa dihidupkan lagi, tetapi dengan konsep yang lebih berbasis komunitas.
"Kalau BIAF diadakan lagi, saya ingin konsepnya benar-benar digerakkan oleh komunitas dan pelaku animasi sendiri, bukan sekadar program pemerintah," tutupnya.
Di tengah ancaman AI yang semakin nyata, keberhasilan Jumbo menjadi sinyal bahwa animator lokal masih memiliki ruang untuk berkembang. Dengan dukungan pemerintah dan masyarakat, Cimahi berpeluang kembali menjadi pusat industri animasi yang diperhitungkan, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di kancah internasional. (Rustandi)
Posting Komentar